Powered By Blogger

Senin, 03 Desember 2012

PERUBAHAN SEKOLAH



Sebuah sistem pendidikan yang sehat dan unggul selalu berusaha memahami perkembangan zaman dan memenuhi tuntutan-tuntutannya. Konsekuensinya, ada semangat perubahan yang diusung untuk menatap masa depan yang semakin tak terprediksi dan penuh tantangan. Sejatinya, sistem pendidikan perlu mengambil inisiatif untuk melakukan transformasi dan reformasi pendidikan.
Dua tujuan utama dari persekolahan:
1.      Untuk mendidik siswa dalam berbagai macam keterempailan dan pengetahuan akademis atau kognitif, dan
2.      Untuk mendidikan siswa dalam pengembangan keterampilan dan pengetahuan individual dan sosial yang diperlukan untuk melakasanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.
Secara teori, tujuan dari perubahan pendidikan secara perkiraan untuk membantu sekolah-sekolah mencapai tujuannya secara lebih efektif melalui penempatan sejumlah program atau praktik yang lebih baik.
Sifat perubahan pendidikan dan sosial pertama-tama harus dipahami dalam istilah sumber dan tujuan perubahan. Sumber-sumber perubahan dapat datang dari tekanan eksternal dan internal. Dalam kaitan ini muncul kebijakan mengenai perubahan: melalui bencana alam seperti gempa, banjir, dan lainnya; melalui tekanan eksternal seperti dimasukkannya teknologi dan nilai; dan melalui kontradisi internal, seperti ketika perubahan asli dalam teknologi mengarah kepada pola dan kebutuhan sosial, atau ketika satu atau lebih kelompok dalam masyarakat merasa adanya ketidakcocokan antara nilai-nilai pendidikan dengan hasil mempengaruhi mereka sendiri atau kliennya dengan siapa mereka memiliki kepentingan. Begitu juga yang terjadi pada sekolah-sekolah berbasis agama Islam, yang banyak mengalami perubahan dan perubahan ini menuju pada pekembangan dan kemajuan. Banyak ketersediaan inovasi yang istimewa, bergantung pada kebutuhan spesifik dan pada pendekatan dalam memutuskan apa dan bagaimana menggunakannya. Misalnya Islamic boarding school, dll.
Perubahan pendidikan secara teknis sederhana dan secara sosial kompleks. Perlu diidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi yang telah diadopsi. Ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi. Yaitu:
1.      Karakteristik dari perubahan, perlu dilihat masalah kebutuhan dan relevansi dari perubahan, kejelasan, kompleksitas, dan kualitas serta kepraktisan dari program.
2.      Karakteristik dari tingkat wilayah sekolah, terdiri atas: sejarah dari upaya-uapaya inovasi, proses adopsi, dukungan dan keterlibatan administratur pusat, pengembangan dan partisipasi staf, sistem ketepatan waktu dan informasi, dan karakteristik dewan dan komunitas.
3.      Karakteristik pada tingkat sekolah, yang terdiri atas kepala sekolah, hubungan antara guru, dan karakteristik dan orientasi guru.
4.      Karakteristik eksternal terhadap sistem lokal, yang terdiri atas peran pemerintah dan bantuan eksternal.
Perubahan pendidikan tingkat lokal berkaitan erat dengan guru, kepala sekolah, siswa, Dinas Pendidikan setempat, konsultan, dan orangtua serta masyarakat yang tergabung dalam dewan sekolah.
1.      Guru
Perubahan pendidikan bergantung pada apa tindakan dan pikiran guru. Kualitas kondisi pekerjaan guru adalah secara fundamental dikaitkan dengan kesempatan untuk berhasil dalam perubahan. Hal penting yang menjamin keberhasilan suatu perubahan adalah tingkat interaksi guru dengan guru yang lain dan ketersediaan bantuan teknis. Di dalam sekolah, kesejawatan diantara guru menjadi ukuran dari keseringan komunikasi, dukungan, bantuan dan lainnya yang akan menjadi indikator dari keberhasilan implementasi dari suatu perubahan. 
2.      Kepala Sekolah
Kepala sekolah berada ditengah-tengah hubungan antara guru dengan ide dari masyarakat luar. Mereka berperan aktif sebagai inisiator atau fasilitator dari perubahan program. Kepala sekolah terlibat secara langsung dalam perubahan. Dia mungkin tidak mengetahui matematik atau ilmu alam atau sejarah, tetapi dia harus menjembatani antara guru dengan pihak luar, dan memahami kebutuhan masing-masing departemen yang ada di sekolahnya. Suatu hasil penelitian memfokuskan pada kaitan antara evaluasi informasi dan penggunaan informasi untuk pengembangan program pada tingkat sekolah.
3.      Siswa
Dalam proses perubahan, ditujukan untuk meningkatkan prestasi siswa. Tetapi seringkali, inovator jarang memikirkan siswa sebagai partisipan dalam suatu proses perubahan dan kehidupan organisasi. Mereka dianggap sebagai objek. Perubahan tanpa memperhatikan peran mereka akan menghadapi kegagalan. Bila siswa tidak berpikir bahwa guru memahami mereka, biasanya akan timbul kesenjangan komunikasi diantara mereka, dan hanya sejumlah kecil siswa ikut berpartisipasi dalam diskusi kelas.
4.      Dinas Pendidikan Setempat
Tugas Dinas Pendidikan setempat adalah untuk mengarahkan pengembangan dan pelaksanaan suatu rencana yang ekspilist menunjukkan dan memasukan seluruh perubahan pada tingkat wilayah, sekolah, dan kelas. Seluruh pengawas dan Dinas Pendidikan setempat dengan tanggungjawab program dilibatkan dalam berbagai hal dalam perubahan. Mereka berperan pada tiga tahap utama dari perubahan, yaitu keputusan inisial atau mobolisasi, implementasi, dan institusionalisasi. Berikut pedoman bagi Dinas Pendidikan setempat dalam melakukan perubahan:
·         Pilih daerah yang mana perubahan memiliki kesempatan untuk terjadi.
·         Mengembangkan kemampuan manajemen dari administrator, selain Dinas Pendidikan setempat dan kepala sekolah, untuk mengarahkan perubahan.
·         Secara langsung atau tidak langsung (seperti melalui kepala sekolah) menyediakan sumberdaya, pelatihan, kejelasan bahwa sekolah merupakan unit perubahan.
·         Mengembangkan dengan administratur lain, dewan sekolah, dan guru suatu prosedur yang jelas untuk menjalankan perubahan
·         Mengakui bahwa pelaksanaan suatu rencana implementasi
·         Proses implementasi terus menerus.
5.      Orang Tua
Kebanyakan orang tua memperhatikan dan tertarik dalam program dan perubahan yang bersangkutan dengan siswa. Terdapat beberapa rintangan yang dihadapi keterlibatan orang tua. Rintangan ini dikategorikan dalam rintangan fenomenologis dan logistis. Rintangan fenomenologis berhubungan dengan kurang pengetahuan dan pemahaman bahwa administratur dan orang tua memiliki dunia yang berbeda. Rintangan logistis atau teknis  berkaitan dengan kurangnya waktu, kesempatan, dan know-how mengenai aktivitas atau bentuk keterlibatan orang tua akan lebih efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar